The Internet Friend

Gadis bernama Vanka itu sedari tadi masih memandang televisi yang sedang menyiarkan kartun dengan tokoh utama sebuah spons, yaitu Spongebob Squarepants. Dengan satu kantung chips disamping yang menemaninya. Vanka tidak memperdulikan berapa umurnya sekarang karena masih menonton kartun Spongebob Squarepants. Well, kenapa ia tidak boleh menonton si tokoh berwarna kuning ini? Karena ayahnya saja juga ikut duduk menemani di sampingnya--lebih tepatnya di samping chips. Hari ini adalah hari Minggu yang berarti Vanka dan keluarganya bisa menonton kartun kesayangan.

"Eh, Vanka," kata Ibunya tiba-tiba dari arah meja makan. "Hari ini tanggal berapa, ya?"
"Apa?!" teriak Vanka. "Vanka tidak mendengar, Mom!"
"Volume tv nya dikecilin dulu," jawab Ibunya memutar mata. "Hari ini tanggal berapa?"
Vanka menyenggol ayahnya. "Mom bicara apa, sih?"
Ayah Vanka mengambil remote tv lalu mengecilkan volumenya. Vanka menatap ayahnya bingung. Ayah Vanka menunjuk istrinya dengan dagu.
"Vankaa..." sambung Ibunya lagi sambil mengelus dada. "Hari ini tanggal berapa? Mom malas ngecek kalender soalnya jauh darisini."
"Tanggal 3 Juli, Mom." sahut Vanka enteng. Karena ia baru saja mengecek ponselnya tadi. Tangan Vanka mengambil remote, lalu kembali membesarkan volume tv seperti semula.
"Ooh. Berarti Mom hari ini harus ke rumah Grace, soalnya mau mengantar barang." Ngomong-ngomong siapa itu Grace, ia adalah sepupu Vanka yang juga tinggal di Texas.
Vanka hanya mengangguk pelan dan mengunyah satu demi satu chips tersebut. Hingga tiba-tiba ia menyadari suatu hal.

"WHAT?! TANGGAL 3 JULI? INI SERIUS TANGGAL 3 JULI?!" teriaknya yang langsung bangkit berdiri karena kesenangan. Vanka mengambil ponselnya dan membulatkan mata karena melihat tanggal 3 Juli.
"YEAAA!! TANGGAL TIGA! TANGGAL TIGA!! YUHUUU..." Vanka berloncat-loncat dihadapan kedua orang tuanya. Kedua orangtuanya terkejut setengah mati lalu menggeleng-gelengkan kepala.
"Ada apa sih, Van?" tanya Ibu. "Kayak orang kehilangan akal deh kamu."
"Hari ini teman Vanka yang namanya Sonya kesini, Mom, Dad." Vanka memainkan ponselnya.
Ayahnya terkejut. "Sonya? Siapa Sonya? Teman kamu yang mana, Van?"
"Internet bestfriend, Dad." jawab Vanka cepat. "Kami sudah berteman selama dua tahun lebih."
"Ia tinggal dimana?"
"Washington DC."
"Menginap disini?" tanya Ayahnya lagi.
Vanka mengangguk pelan. Ia tersadar bahwa ia belum memberitahu kedua orang tuanya tentang teman internetnya yang akan menginap itu. "Uhm, maaf, Dad, Vanka baru bilang sekarang. Tapi, tidak apa-apa, kan?"
Ayah Vanka tersenyum lalu mengangguk.
"Oh ya sudah. Nanti ibu bisa memasak makanan untuknya. Kasihan jauh-jauh dari Washington DC ke Texas." kata Ibunya. "Mau dimasakin apa? Bantu ibu ya. Tidak ada kerjaan juga, kan?"
Vanka tersenyum lebar lalu mengucapkan dengan keras apa yang ingin ia dan Ibunya masak.

***

Vanka tertidur. Ia sudah masuk ke dalam mimpinya sambil berbaring diatas kasurnya berwarna merah. Ia tertidur karena kelelahan setelah membersihkan rumah dan membuat kue. Syukurlah ia sudah membersihkan dirinya setelah melakukan berbagai macam kegiatan. Vanka tidak tersadar bahwa ada ketukan didepan pintu rumahya. Sonya--teman internet Vanka--sudah tiba didepan rumahnya. Gadis itu secara bergantian menatap rumah Vanka dan ponselnya untuk memeriksa bahwa ia mengunjungi rumah yang benar.
Tiba-tiba ibu Vanka masuk kedalam kamar Vanka dan menggerak-gerakkan tubuh anak pertama sekaligus anak tunggalnya itu. "Van! Vanka! Bangun!"
Vanka belum bangun. Ia hanya mengerang dan mengabaikan ibunya. Hembusan angin yang dikeluarkan oleh pendingin ruangan memang membuat siapapun susah bangun dari tidur. Ibunya terus membangunkan dengan berbagai cara. Ibunya menghela napas panjang gara-gara anaknya itu tetap tidak membuka mata. Hingga pada akhirnya, ibu Vanka mendapat sebuah ide cemerlang. Ia yakin dengan ide ini, Vanka akan bangun seratus persen.
"Vankaaa!!" teriakan sang Ibu terdengar kemana-mana. Bahkan ayah Vanka yang sedang mencuci mobil terlonjak kaget saat itu. "Kita nonton konser Ariana Grande, yuk! Mom sudah beli tiketnya, nih!!"
Sedetik kemudian, mata Vanka membelak dan sontak ia langsung berdiri. Ia memengang pundak ibunya dengan keras. "HAH, MOM?! SERIUSAN?! YEAAA!!"
"Nggak. Bohong. Mom cuman mau bangunin kamu. Siapa juga yang mau jauh-jauh nonton konser Ariana," jawab Ibunya tertawa. Wajah Vanka berubah menjadi kesal.
Rasanya ia ingin menjambak Ibunya karena telah memberi harapan palsu nonton konser sang idola padanya. "Lalu, kenapa Mom membangunkan aku?"
"Mom hanya ingin bilang, ada perempuan seumuran kamu didepan rumah. Rambutnya pirang pendek, dagunya runcing, matanya cokelat. Terus dia juga bawa tas ransel sama koper dorong. Itu siapa?"
Vanya mengernyit bingung. "Sonya?"
Ibu Vanka mengerdikkan bahu. Vanka tidak tahu bahwa Sonya sudah mengirim banyak pesan padanya, yang berisi informasi bahwa dirinya sudah berada di rumah Vanka. Vanka langsung keluar dari kamarnya dan menuju pintu depan. Setelah ia membuka pintu, Vanka langsung tercengang bahagia. Jantungnya memompa aliran darah lebih cepat. Lidahnya terasa kaku untuk mengucapkan kata.
"S-sonya, kan?" tanya Vanka.
"Iya." jawab gadis yang ternyata memiliki suara cempreng itu. "Vanka Aurellie?"
Vanka mengangguk cepat dan ia langsung membawa Sonya kepelukkannya. Sonya membalas pelukkan Vanka dengan erat. Mereka berdua berloncat-loncat di halaman rumah Vanka. Kupu-kupu diperut Vanka bertebaran. "Akhirnya bisa bertemu setelah dua tahun chat-an tidak jelas!"
"Iya. Akhirnya." jawab Sonya.
"Sendiri saja?"
"Tidak. Bersama Ibuku. Kebetulan sekali ia ada urusan disini," kata Sonya. "Tapi dia menginap di hotel."
Ibu Vanka berjalan dari dalam rumah ke halaman. "Masuk dulu yuk, Sonya. Kita menikmati spaghetti dan pancake buatan kami berdua."

****

Vanka dan Sonya sedang berada di kebun binatang terkenal di Texas. Ini sudah tiga hari berlalu Sonya tinggal di rumah Vanka. Mereka akan menghabiskan waktu selama seminggu untuk bersenang-senang sepuasnya. Karena Sonya di Texas hanya selama 7 hari. Karena keadaan Vanka seorang anak tunggal dan mempunyai keluarga berkecukupan, biaya bukanlah halangan baginya untuk liburan bersama Sonya.

"Tuh ada gajah!" teriak Vanka menunjuk gajah itu. "Kayak kamu, ya. Hahahaha!" suara tertawa Vanka begitu keras seperti tertawa tokoh kartun, Spongebob.
Seseorang yang berada disampingnya--Sonya--meninju lengan Vanka hingga Vanka meringis kesakitan. Namun, seperkian detik selanjutnya, Vanka sudah berlari meninggalkan Sonya. Hanya dua orang ini yang benar-benar bersikap aneh di kebun binatang. Dengan satu gulali dan satu es krim dikedua tangan masing-masing, mereka terus berkejar-kejaran bagai tikus dan kucing.

Malamnya, dua gadis itu tak lelah-lelah untuk berjalan-jalan. Kata lelah seakan tidak ada didalam kamus mereka. Mereka memutuskan untuk berkunjung ke pasar malam. Bagai remaja yang masa kecilnya kurang bahagia, mereka memilih menaiki komidi putar. Setelah menaiki komidi putar, mereka berniat memasuki wahana rumah hantu. Sebenarnya bukan mereka berdua yang berkeinginan, Vanka-lah yang ingin memasuki rumah hantu. Daripada Sonya sendirian menunggu Vanka yang masuk, lebih baik ia juga ikutan masuk.

Dan setelah keluar dari rumah hantu tersebut, wajah Sonya memerah ketakutan. Matanya basah dan tenggorokkannya tercekat. Awalnya Vanka tertawa menawakan Sonya, namun kelama-lamaan dia kasihan dan untuk permintaan maaf, Vanka mengajak Sonya ke restoran pizza.

*****
Sudah satu minggu, dan Sonya pulang kembali ke rumahnya--di Washington DC. Rasanya Vanka hendak menangis mengingat Sonya harus pulang hari ini juga. Tujuh hari bukanlah waktu yang panjang untuk mereka bersenang-senang.
Banyak sekali yang dilakukan Vanka selama tujuh hari. Karena mereka berdua adalah 'arianator' atau sebutan untuk penggemar Ariana Grande dan juga sama-sama hobi menggambar, maka, mereka bekerja sama membuat gambaran sketsa idola mereka itu. Setelah sekitar enam sketsa dan empat gambar jadi selesai dibuat, masing-masing mengabadikan gambaran tersebut lalu mengunggahnya ke sosial media. Karena sama-sama arianator-lah mereka berteman seperti ini. Keluarga Vanka, Sonya, dan Ibunya kini sedang di bandara Texas. Mengantarkan kepergian Sonya.
"Sonya, selamat tinggal dan jangan lupa sama kita ya," kata Ayah Vanka yang membangunkan Vanka dari lamunannya. "Kalau kami tidak sibuk, nanti kami juga akan berkunjung ke rumahmu di Washington DC. Sesekali liburan juga."
Sonya tersenyum. "Saya tidak akan lupa, Om. Terima kasih atas makanan, tumpangan, dan tempat tinggalnya, Om, Tante. Saya sangat berterima kasih."
"Sama-sama, Sonya. Itu tidak ada apa-apanya bagi kami," Ibu Vanka memeluknya. "Terima kasih juga sudah menemani anak tunggal kami selama seminggu."
Setelah Ibu Vanka melepas pelukkannya dari Sonya, kini giliran Vankanya sendiri untuk berpelukkan pada sahabat yang akan meninggalkan dirinya dan tidak tahu kapan lagi akan berkunjung. Berbulir-bulir air mata sudah membasahi pipi seorang Vanka. Vanka memeluk Sonya dengan erat dan membiarkan air matanya jatuh di bahu Sonya.
"Uh, Sonya, apa harus hari ini kah kau pulang?" Vanka terisak-isak di bahu Sonya. Karena tak tahan dengan Vanka, ia memeluk sahabatnya itu dengan erat. "Jika bisa, aku akan membelikanmu tiket pulang untuk nanti saja. Karena aku tidak ingin berpisah denganmu... Aku sangat kesepian nanti.
"Maaf, Vanka. Setiap orang akan pasti akan mengalami yang namanya perpisahan. Perpisahan terjadi pada siapa saja dan tidak bisa ditolak. Bahkan ada yang berpisah untuk selama-lamanya karena nyawa keluarga orang tersebut sudah dicabut malaikat. Kau harus menerima itu," kata Sonya dengan lembutnya. "Menurutku, seseorang yang dikatakan dewasa, jika mereka bisa menerima arti perpisahan."
"Sonyaa.. jangan lupakan aku."
"Aku tidak akan--" tiba-tiba suara perempuan yang menandakan bahwa pesawat keberangkatan Texas ke Washington DC sudah dibuka dan para penumpang harap segera naik, memutus ucapan Sonya dengan Vanka. Terpaksa Vanka melepas pelukkannya itu.
Sonya menarik kopernya. "Sampai jumpa, semua. Sampai jumpa, Vanka! See you next time! Bye!" katanya melambaikan tangan pada tiga orang itu. Ibu Sonya juga melambaikan tangan pada mereka bertiga. Hingga, setelah sekian banyak langkah kaki mereka, Sonya dan Ibunya, hilang dari pandangan Vanka. Dua tubuh orang itu lenyap dari pandangan Vanka.
"Vanka.." kata Ayahnya menyentuh pundak anaknya dengan lembut. "Ayo pulang."
"Gak deh, Dad." kata Vanka lesu. "Aku mau ke Starbucks dulu, ya. Kalau Dad sama Mom mau pulang duluan, pulang aja dulu. Nanti aku bisa naik taksi."
"Serius, nih?"

Vanka mengangguk mantap pada Ayahnya.
"Ya sudah. Hati-hati, ya. Jangan lama-lama disini." sahut Ibunya. Ayah dan Ibu Vanka tidak bisa melarang anaknya jika Vanka sedang dalam keadaan sedih.
Vanka mengangguk lagi. Ia melambaikan tangan pada mereka. Mereka berjalan meninggalkan Vanka kembali ke mobil. Vanka menghela napas pelan, lalu melangkahkan kakinya ke cafe yang bernama Starbucks itu. Ia memesan segelas cappucino pada bartender, lalu memilih duduk di dekat jendela. Menyeruput minumannya, memandang lagi ke luar jendela.
Tiba-tiba, saat ia menyeruput cappucinonya yang sudah seperempat, ia merasakan ada sesuatu menyentuh pundaknya. Sontak, Vanka langsung menoleh dan mendapati Sonya berdiri disampingnya. Jantung Vanka rasanya hendak copot ketika melihat sahabatnya itu berada disampingnya.
"Hai, Vanka." kata Sonya tersenyum lebar.
Bibir Vanka bergetar hebat. "S-so-sonya? Loh kenapa kamu disini?! Bukannya pesawat kamu sudah akan berangkat?!"
Sonya tertawa kecil. "Uhm, aku minta maaf, Vanka. Aku minta maaf karena tidak memberitahumu bahwa aku mempunyai saudara kembar identik. Yang kau peluk tadi sebenarnya Sonia. Ya, ia kembaranku."
"Wh-what?! Sonia?!" teriak Vanka. "Sonya, tolong serius. Lalu, yang selama ini menginap di rumahku itu dia?"
Sonya tertawa lagi, lalu duduk dikursi di depan Vanka. "Bukan. Itu aku. Dini hari tadi--tanpa ketahuanmu, kami bertukar tempat. Sonia yang menginap di hotel bersama Ibuku, ke rumahmu. Sedangkan aku, pergi ke hotel. Ibuku menginap di hotel tepat di depan komplekmu, Vanka."
Vanka terkejut. Sedetik kemudian, ia langsung tertawa keras, yang membuat pelanggan lain tercengang padanya. "Oh astaga, itu kembaranmu? J-jadi, kau tidak pulang, Sonya?"
"Seminggu lagi! Dan itu serius, tidak bercanda." kata Sonya tersenyum memperlihatkan deretan giginya.
"YASH!" []

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Wisthle (creepypasta)

The Secret Behind The Door

The Girl With a Red Ribbon in Her Hair