Different
Dia cantik. Sangatlah cantik. Bahkan hampir bisa dibilang sempurna. Postur tubuhnya kurus dan tinggi. Sangat kurus. Langsing. Ia mempunyai pinggang dengan lekukan sempurna. Tingginya 160 cm dan berat badannya hanya 45 kilogram. Kurus sekali, bukan? Warna kulitnya putih bersinar. Putih seperti butiran-butiran salju. Tidak ada lecet atau bekas luka sedikitpun pada kulitnya. Tekstur kulitnya begitu lembut, membuat siapa saja ingin menyentuhnya berulang kali.
Matanya sipit, dan di dalam matanya terdapat bola mata berwarna hitam legam yang indah. Pipinya tirus berwarna merah muda. Sangat lucu. Bibirnya mungil dan tipis, juga berwarna merah muda. Hidungnyapun mancung yang unik.
Rambutnya yang lurus dan panjang, berwarna oranye dan kehitam-hitaman. Rambutnya pun begitu sempurna. Lurus yang sempurna. Tidak rontok, tidak kering, tidak kusut, tidak bercabang, dan sangat jauh dari kata berketombe. Ia dengan mudahnya mengganti warna rambut kapan saja tanpa mengenal kata rusak pada rambutnya. Wajahnya pun sangat bersih dan mulus seperti wajah bayi yang baru beberapa hari hidup di dunia. Tidak ada komedo apalagi jerawat sedikitpun menempel pada wajahnya. Dan ia juga tidak memiliki belang.
Gadis yang berumur 20 tahun ini, mempunyai barisan gigi yang tersusun rapi di dalam mulutnya. Giginya putih bersih seperti pada iklan pasta gigi di televisi. Giginya mengkilat jika ia tersenyum menampakkan gigi. Kuku-kukunya juga indah. Kuku kaki dan kuku tangannya seperti perawatan ke salon setiap hari. Padahal, tidak sama sekali.
Namanya Savina--yang dalam bahasa Rusia, artinya wanita yang baik hati dan cantik. Ya, sesuai dengan namanya, dia memang wanita yang baik hati dan sangat cantik. Savina adalah sosok gadis yang diinginkan oleh seluruh perempuan di muka bumi ini. Karena ia terlalu sempurna.
Dan ia adalah kekasihku.
*****
Matahari langsung menyilaukanku disaat aku mencoba membuka mata. Aku bangkit dari tempat tidurku lalu bergegas menuju dapur. Saat aku tiba di dapur, aku menemukan sesosok wanita yang membelakangiku tengah asyik memasak hingga tidak sadar lagi dengan keberadaanku. Aku berjalan ke arahnya, lalu memeluk pinggangnya dari belakang. "Selamat pagi," kataku mengejutkannya.
"Selamat pagi." Suaranya begitu indah saat di dengar. Aku duduk di meja makan. Menunggunya selesai memasak.
Aku bertemu dengan dia sekitar 14 bulan yang lalu, saat aku menghadiri sebuah pertemuan internasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Korea Selatan. Disaat para ilmuwan tengah menjelaskan tentang penemuan yang diciptakannya, aku tak sengaja memandang ke arah Savina. Gadis itu tidak melihatku. Ia duduk terdiam tanpa bergerak memerhatikan ke arah ilmuwan yang sedang sibuk-sibuk nya menjelaskan.
Aku tidak mendengarkan ilmuwan itu, hanya memandangi Savina tanpa mata berkedip. Sesudah berakhirnya pertemuan, aku datang pada Savina dan mengajaknya berkenalan. Aku kira gadis sesempurna seperti Savina sudah mempunyai pacar. Namun, nyatanya tidak. Disaat itulah aku merasa beruntung.
Semakin berjalannya hari, aku semakin jatuh cinta saja. Dia asyik. Dan dia orang yang sangat ramah. Aku beberapa kali membelikannya benda-benda kesukaannya. Hingga pada akhirnya sebelum orang lain mendahuluiku, aku memintanya untuk menjadi kekasihku. Dia menerimanya. Oh Tuhan. Aku sangat berterima kasih. Betapa senangnya aku bisa memlikinya dengan sepenuh hati. Aku sangat menyayanginya.
"Sudah selesai. Silahkan dimakan," Savina meletakkan ayam goreng tepung, waffle Belgia, dan dua gelas susu putih diatas meja. Aku mengangguk dan segera mengambil sendok dan garpu untuk memakan makanan tersebut. Masakan Savina sangat lezat. Aku begitu menyukainya.
Aku akan berangkat bekerja. Gadis itu menyiapkan tas kerjaku, lalu merapikan dasi merahku. Setelah selesai, aku berpamitan pergi, lalu menciumnya singkat di bibir sebagai salam perpisahan. Ia tersenyum dan melambaikan tangan padaku saat aku memasuki mobil. Aku membalas lambaian tangannya.
Savina tidak bekerja. Hanya aku yang bekerja. Savina setiap harinya hanya berdiam di rumahku. Ia memasak, mencuci pakaian, berkebun, membersihkan rumah, berbelanja kebutuhan, dan lain sebagainya. Ketika Savina keluar rumah, ia harus menutup wajahnya dengan masker sampai mengenakan topi. Aku juga menyuruhnya mengenakan jaket dan memakai celana panjang. Karena, jika ada orang asing yang melihat kecantikan Savina, orang itu mungkin langsung tergila-gila dan akan melakukan apa saja pada Savina. Maka dari itu, aku menyuruhnya, jika ia keluar rumah, harus bilang kepadaku.
****
"Hai! Apa kabar?" Karen menyapaku saat aku memasuki ruangan kerjaku.
"Baik, kok. Aku merasa sangat baik hari ini,"
"Syukurlah." Jawab Karen menepuk bahuku. "Oh iya, apa kau masih berpacaran dengan wanita cantik Savina itu?"
Aku mengangguk. "Masih,"
"Wah, selamat, ya. Semoga langgeng." Katanya. "Aku akan kembali ke tempat kerjaku mengerjakan pekerjaanku yang menumpuk. Sampai jumpa!" Ia melambaikan tangan padaku, lalu menghilang pergi.
Ini jam makan siang. Aku pergi ke kafetaria kantor untuk makan siang. Setelah aku mendapatkan kursi dan meja kosong, aku memutuskan untuk disana. Tiba-tiba saat aku sedang asik makan, aku dihampiri oleh Roy, teman dekatku.
"Sendirian aja, nih. Boleh disini, enggak?" Roy sudah duduk dan meletakkan nampan di atas meja sebelum aku membolehkannya. Seperti itulah Roy. Dia memakan ayam madu barbeque dan segelas es teh.
"Baik-baik aja, kan?" Tanyanya.
"Siapa?"
"Ibu kantin."
"Oh, enggak tau." Jawabku tertawa.
"Yaelah, ini anak. Masa aku nanyain Ibu kantin?! Kamu, lah!"
Aku tertawa lagi. "Iya. Baik-baik saja, kok. Kau sendiri bagaimana?"
"Yah begitulah. Masih menunggu wanita yang cocok," ia tertawa masam. "Oh iya, pacarmu apa kabar?"
"Baik aja, kok."
"Hubungan kalian?" Roy sangat kepo.
"Iya, Roy, juga baik, kok. Kenapa, sih?" Aku agak kesal menjawabnnya.
"Kok kamu langgeng ya sama dia?"
Aku langsung menjitak kepala Roy tanpa ampun.
"Eh, sorry, sorry," Roy melepaskan tanganku dari kepalanya. "Bercanda aja,"
Aku memutar mata menanggapinya.
"Syukurlah kalau langgeng," sahut Roy lagi. Aku ikut senang mendengarnya. Karena jarang-jarang loh hubungan seperti kalian bisa langgeng. Apalagi Savina itu cantiknya keterlaluan!"
****
Sore ini, aku mengajak Savina untuk pergi ke taman kota. Ia senang mendengar ajakanku. Katanya, ia akan jogging. Seperti biasa, ia akan memakai masker dan topinya. Kalau dilihat, memang aneh, sih. Aku sedang duduk di kursi taman. Memandangi Savina yang berlari mengelilingi taman.
Yang membuatku sedih saat aku menyadari sesuatu adalah, aku dan Savina sangat berbeda. Sangat, sangat, sangat berbeda. Bukan karena aku laki-laki dan ia perempuan.
Yang berbeda dari kami dan itu sangat menyakitkan adalah, aku manusia, sedangkan Savina benda hidup buatan manusia dalam melakukan sebuah eksperimen. Savina itu, robot.[]
Kalau ada yang tau Rose Blackpink, aku mendefinisikan Savina itu seperti Rose
Komentar
Posting Komentar